Sabtu, Maret 07, 2009

Kepastian Hukum Untuk Membagi Harta Warisan

Ada satu kaidah yang umum berlaku, sesuatu yang didapat lewat cara kekerasan akan melahirkan kekerasan pula. Demikian pula dengan harta yang didapat dengan cara sengketa akan menyimpan bara, yang pada gilirannya akan memunculkan sengketa pula. Kaidah tersebut banyak dipercaya orang bukan hanya dalam konteks harta warisan keluarga biasa, akan tetapi juga berlaku dalam tatanan politik sebuah negara atau kerajaan.

Masalah harta warisan merupakan permasalahan yang sangat pelik. Bagi sebagian kalangan persoalan harta warisan ini bahkan bisa menimbulkan peperangan, perpecahan hingga saling fitnah dalam keluarga. Untuk itu perlunya pengaturan masalah harta warisan, agar terdapat kepastian hukum bagi orang yang akan membagi harta warisan kepada anak, istri suami maupun pewaris yang berhak, ungkap Kepala Subdirektorat Harta Peninggalan, Abeh Intano, SH, MH.

Sebagai salah bagian dari Direktorat Perdata, Subdirektorat Harta Peninggalan terbagi dalam tiga bagian yaitu Seksi Pembinaan Balai Harta Peninggalan, bertugas menyiapkan bahan rancangan kebijakan dan petunjuk teknis, telaahan, pengawasan atas pelaksanaan tugas Balai Harta Peninggalan serta penerbitan Surat Tanda Terdaftar sebagai kurator dan pengurus. Seksi Daftar Wasiat bertugas menyusun daftar yang dilaporkan oleh Notaris, meneliti data formal daftar wasiat dan penyiapan bahan penyelesaian permohonan surat keterangan wasiat. Seksi Dokumentasi bertugas mengelola daftar wasait dan dokmen-dokumen harta peninggalan.

Menurut Abeh, persoalan wasiat bermula dari satu cerita sejak jaman Belanda, pada waktu itu banyak petinggi Belanda yang memiliki tanah perkebunan yang cukup luas dan harta berharga lain, tentunya selaku pemilik menginginkan agar harta terbagi secara merata kepada yang berhak. Untuk itu diperlukan bukti kuat yang mengatur pembagian harta peninggalan berdasarkan testament register.

Maka dibuatlah surat wasiat dihadapan notaris, dengan akta nota riil, hukum bw berdasarkan ordonansi daftar pst wasiat LN no.1920/35 jo LN 1921 No.565 yang berlaku. Kemudian notaries harus melaporkan surat wasiat yang dibuat ke Departemen Hukum dan HAM, khususnya di Sub Direktorat Balai Peninggalan dalam waktu sebulan kemudian. Hal inilah yang berlaku selama beratus-ratus tahun. Jadi dimanapun orang membuat wasiat, baik dari Sabang sampai Merauke dia harus lapr ke pusat wasiat, satu-satunya disini (Ditjen AHU), ujarnya.

Ordonansi lebih lanjut diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) (psl 16 ayat 1 huruf h & i UU.30/2004), notaris diwajibkan membuat daftar akta yang berhubungan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan. Setiap bulan notaris harus mengirimkan akta ke Depkumham dalam jangka waktu 5 hari pada bulan berikut.

Adapun kewajiban dari Subdit Harta Peninggalan adalah memberikan keterangan kepada orang-orang yang mau membagi warisan itu. Hak warisan tidak akan keluar sebelum ada keterangan dari Ditjen AHU. Lingkup tugas pusat data wasiat sebagai landasan bagi orang yang akan membagi harta warisan. Jadi dengan surat tersebut orang akan membagi warisan. Seperti kita ketahui bahwa wasiat akan berlaku setelah pembuat wasiat itu meninggal dunia.

Namun demikian sayangnya notaris akhir-akhir ini kurang taat dalam melaporkan masalah wasiat ini, ujarnya. Padahal itu berbahaya. Kenapa? Karena merupakan perbuatan melawan hukum.dan akan mendapatkan tuntutan sanksi di pasal 84-85 UUJN, ketentuan pasal 16 ayat 1 huruf h & i. Pelanggaran tersebut mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian akta dibawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut biaya ganti rugi dan bunga kepada notaris yang tidak melakukan itu.

Di Departemen Hukum dan HAM, wasiat yang dilaporkan berupa data laporan notaris. Jadi tidak diketahui apa isi wasiat itu, tetapi hanya laporan bahwa terdapat wasiat yang dibuat oleh si A dihadapan notaris B, dimana pada tanggal berapa. Data yang diterima akan dicatat dalam data base untuk memudahkan penyimpanan. Data inilah yang menjadi sebuah informasi kemudian surat itu bisa diperoleh, misal notaris meninggal akan ketahuan dari protokolnya.

Sedangkan untuk data nihil, hal tersebut tetap harus dilaporkan. Nihil perlu dilapor, karena bisa menjadi pembuktian bahwa walaupun ada orang kaya tetapi tidak membuat wasiat, tentunya hal tersebut untuk menghindari pemalsuan wasiat. Kadang ada juga orang yang mengaku-ngaku mendapat wasiat.

Pembuatan wasiat sangat penting. Karena walaupun bersifat personal pembuatan wasiat adalah untuk melindungi harta yang diperoleh bertahun-tahun yang penuh perjuangan. Bagi yang tidak punya harta ya tidak perlulah tapi kalau ingin kepastian hukum maka harus dibuat akta wasiat. Membuat wasiat tidak perlu di notaris, tetapi bisa menulis sendiri, hal tersebut ada mekanismenya.

Adapun cara mendapatkan Surat Keterangan Wasiat (SKW), yaitu mengajukan permohonan ke Depkumham selaku pusat data wasiat. Bagi yang mengajukan harus melengkapi permohonan dilampirkan fotocopy akta kematian atas nama pemilik wasiat, Surat Keterangan Kematian (SKK) dari Kelurahan, SKK dari Kedutaan bagi warga negara Indonesia yang meninggal di luar negeri, KTP, KK, Surat Ganti Nama (bagi warga negara yang mengubah nama terutama orang China), Surat Kelahiran, Akta Nikah dan biaya map koperasi Rp. 50.000 .

Setelah data-data masuk, akan diproses dan muncul dua kemungkin jawaban dari Depkumham “terdaftar” dan “tidak terdaftar”. Terdaftar wasiat sesuai yang didaftar ke kami, misalnya akte nomor berapa, pekerjaan waktu hidup, alamat dan informasi siapa notaris penyimpan protokol itu. Mungkin notaris yang sama kalau masih hidup, tapi kalau sudah meninggal siapa penyimpan protokolnya yang ditunjuk oleh notaries semula. Sedangkan bagi yang tidak terdaftar artinya orang tersebut memang belum pernah membuat wasiat.

Bagi orang yang banyak harta tapi belum sempat membuat wasiat? Maka tetap saja bisa dibagi, tetapi sudah banyak kejadian walaupun sudah diatur sedemikian rupa, tetap saja harta menjadi rebutan. Apalagi bisa tidak ada yang mengatur ? tentu perebutan akan lebih besar lagi.

Jadi dia akan kembali pada peraturan awal hukum waris yang dianut, apakah dia tunduk pada Hukum BW, Hukum Islam, Hukum adat atau yang lain. Akta wasiat kalau dibuat menjadi semacam UU bagi mereka. Beda hukum waris dengan pembagian warisan berdasar wasiat. Kalau wasiat orang yang tidak ada hubungan darahpun bisa dapat wasiat, (seperti cerita telenovela Maria Mercedes), tetapi kalau Hukum Waris maka warisan akan dibagi kepada yang berhak sesuai dengan garis keturunan.

Implementasi dari wasiat di lapangan adalah sebagai berikut, setelah SKW ditandatangani oleh Direktur Perdata, yang menyatakan bahwa SKW atas nama pemohon terdaftar dan tidak terdaftar. Kalau terdaftar bisa digunakan untuk mendapatkan data mengenai wasiat yang dibuat untuk dibawa ke notaris bersangkutan. Notaris berwenang membuat Surat Keterangan Hak Pewaris, yakni surat yang menyatakan siapa ahli waris yang meninggal untuk kemudian sebagai dasar membagi warisan sesuai ketentuan.

Wasiat akan berguna apabila yang membuat sudah meninggal. Begitu pentingnya peran wasiat, sehingga bagi notaries yang melanggar dalam arti tidak melaporkan surat wasiat sesuai aturan maka akan diberikan sanksi. Menurut pasal 84 UU 30/04 tentang UU JN, apabila terdapat wasiat yang tidak dilaporkan maka akta akan mempunyai kekuatan dibawah tangan atau batal demi hukum. Dengan demikian kepada para pihak yang dirugikan bisa menuntut biaya ganti rugi kepada notaries bersangkutan.

Tugas ini berkaitan erat dengan tugas Majelis Pengawas Notaris Wilayah (MPW) dan Majelis Pengawas Notaris Daerah (MPD). Dipundak merekalah tanggung jawab dibebankan untuk mendidik ketaatan notaris. Jadi diharapkan agar MPW, MPD benar-benar melaksanakan pengawasan ketaatan notaries untuk melaporkan wasiat setiap bulan.MPW, MPD berwenang memeriksa kantor notaris, sebab wasiat yang tidak dilaporkan akan merugikan masyarakat dan menuntut.

Bagi pemohon SKW di daerah, mereka tetap harus datang ke Ditjen AHU sebagai pusat data. Mengingat pentingnya data wasiat maka pekerjaan ini sulit untuk didelegasikan ke daerah-daerah, untuk menghindarkan penggandaan claim wasiat oleh orang-orang tertentu. Namun demikian ke depan akan dipikirkan untuk mempercepat dan mempermudah proses pengajuan SKW, kata Abeh.
(dikutip dari majalah HUKUM dan HAM Online Vol V. No. 22 Ruvrik Laporan)

4 komentar:

  1. tolong beri tahu UU yang mengatur tentang pembgian harta warisan bagi yang tdak pnya keturunan UU no berapa ?

    BalasHapus
  2. dh, mohon infonya. apabila sebagai anak istri kedua dan kami tidak mempunyai surat keterangan kematian bapak, bagaimana prosedur meminta keterangan pengecekan dari balai harta apakah ada surat wasiat atau tidak. terima kasih

    BalasHapus
  3. @anonim.... untuk mereka yang tidak punya keturunan tidak ada undang-undang khusus yang mengaturnya....
    saya juga tidak tahu dalam hal ini anda WNI atau WNI keturunan? karena akan berbeda proses dan cara penangangannya....

    @anonim...... karena salah satu syarat untuk mengajukan pengecekan apakah wasiat ada atau tidak hanya dengan surat kematian maka dapat dipastikan, cek atas wasiatnya tidak dapat dilakukan..

    BalasHapus
  4. Dh, mohon penjelasannya mengenai pembagian harta waris. Paman saya meninggal dunia dan meninggalkan seorang istri tanpa anak. ibu dari paman saya masih hidup sedang bapaknya ( kakek saya ) sudah lama meninggal dunia, masih ada juga tiga orang saudra kanung paman saya yang terdiri dari 1 sdr kandung laki2 dan 2 sdr kandung perempuan. mohon agar di jelaskan pembagian harta warisnya. terima kasih atas penjelasan bapak.

    BalasHapus